KOTA MADIUN (DinasPUPR) – Megaproyek jalan ring road timur (JRRT) Kota Madiun perlahan akan direalisasikan. Sejumlah syarat pun telah dipenuhi, salah satunya, menerima persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruan (KKPR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
‘’Alhamdulillah persetujuan KKPR Kemen ATR/BPN sudah kami terima awal Mei lalu,’’ ungkap Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Madiun Suwarno, Selasa (13/6).
Menurut Suwarno, persetujuan KKPR tersebut menjadi syarat mutlak pembebasan lahan yang akan dilalui JRRT dari pemerintah pusat. Hal itu sebagaimana Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Permohonan syarat tersebut sejatinya telah disodorkan sejak tahun lalu.
“Tahapan selanjutnya penetapan lokasi (penlok) oleh gubernur Jatim. Kami sudah berkirim surat pengajuan penlok itu,’’ ujarnya.
Meski begitu, lanjut Suwarno, pihaknya belum dapat memastikan kapan penlok gubernur tersebut turun. Ini mengingat persetujuan gubernur Jatim tersebut sebagai dasar hukum membebaskan lahan untuk JRRT. Namun, yang pasti trase atau rute JRRT yang disetujui Kemen ATR/BPN masih sama seperti konsep awal. Yakni, panjang ruas JRRT sekitar 9,7 kilometer dengan lebar 25 meter. Mulai dari pintu masuk dekat terminal kargo hingga Demangan, Taman.
’Seandainya penlok sudah turun, bisa langsung pelaksanaan pembebasan tanah. Tapi, action-nya kapan masih menunggu penlok gubernur,’’ jelasnya.
Diperkirakan, total luas lahan terdampak sekitar 268.071 meter persegi. Rinciannya 219.764 meter persegi di Kota Madiun dan 48.307 meter persegi masuk wilayah Kabupaten Madiun.
Sesuai trase yang diajukan, JRRT sengaja dilewatkan aset pemerintah. Mulai jalan hingga tanah bengkok. Alasannya, agar pemerintah tidak boros anggaran untuk pembebasan lahan milik warga. Jika penlok sudah turun, proses jual-beli tanah bakal ditutup seiring appraisal berjalan. Pihak berwewenang dalam urusan ATR berhak menutup layanan legalitas pertanahan.
“Kebijakan tersebut untuk mengantisipasi praktik mafia tanah maupun broker,’’ tuturnya.
Pun perencanaan megaproyek JRRT juga melibatkan aparat penegak hukum (APH). Mulai kejaksaan negeri dan kepolisian setempat hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum. (*)